Kerupuk sermier, salah satu jenis makanan ndeso yang masih mencoba bertahan di
tengah era modern seperti ini. Mungkin kita asing mendengar istilah sermier, makanan
yang berasal dari ketela ini hampir mirip dengan opak. Opak? Teringat sesuatu?
Ya, mungkin ketika kita mendengar kata opak yang ada dalam pikiran kita yaitu
serial Keluarga Cemara.
Kemarin ketika saya sedang sibuk membetulkan sekring listrik
rumah yang putus ada suatu hal yang menarik. “Sermier.. Sermier..” begitu
teriak sang penjual itu di kala gelapnya sore yang beranjak menuju malam,
ketika orang sibuk menikmati santapan pelepas dahaga dan lapar setelah seharian
menahan lapar dan haus.Di saat orang-orang sedang memanjakan lidah mereka,
sang penjual sermier masih saja berjalan kaki dan berteriak menjajakan
jualannya berharap ada yang membeli jualannya.
Ketika saya mendengar penjual
itu berteriak, spontan saya bilang ke ibu saya “Itu bu, ada yang jual sermier”.
Ibu sayapun sontak beranjak keluar dan memanggil penjual itu. Dalam hati saya,
masih ada orang yang berjualan selarut ini dalam suasana berbuka puasa? Ibu
saya sempat menanyakan darimana asal penjual itu dan kata ibu saya ia berasal
dari Blora.
Mungkin uang Rp 5.000,- ini merupakan jumlah uang yang kecil
bagi kita, tetapi dengan uang Rp 5.000,- ini kita bisa mendapatkan 3 bungkus
sermier dan Rp 5.000,- merupakan jumlah uang yang berarti bagi sang penjual.
Bayangkan saja hanya dengan Rp 5.000,- kita bisa mendapatkan 3 bungkus sermier,
padahal sang penjual menjajakannya dengan berjalan kaki. Menjajakan sermier
dari Blora sampai Semarang, hanya untuk mencari uang dan menyambung hidup. Lalu
berapa jumlah keuntungan yang bisa ia dapatkan?
Sudah menjadi kebiasaan ibu saya, ketika bulan puasa seperti
ini beliau ikut menjalani puasa meski sebenarnya ini bukan adat agama kami. Ibu
saya sore itu membuat berkedel jagung untuk menu buka puasa beliau dan entah
kebetulan atau bagaimana ibu saya membuat dalam jumlah yang cukup banyak.
Karena sang penjual sermier berpuasa, ibu saya menawari minuman untuk berbuka
puasa. Segelas air putihpun mampu melepas dahaga penjual sermier itu. Ibu
menawari untuk diambilkan makan, yah karena mungkin merasa tidak enak hati
penjual sermier itu menolak dan langsung melanjutkan perjalanannya. Akhirnya ibu
mengambilkan beberapa berkedel jagung, dibungkusnya berkedel itu dan ibu
memanggil penjual sermier itu untuk kembali sekedar ingin membagikan secuil
nikmat dari Tuhan tersebut.
Dari peristiwa ini saya mengambil pelajaran, betapa
bersyukurnya saya masih mempunyai kedua orang tua yang masih bisa membiayai
saya sampai sekarang tanpa harus membanting tulang seperti penjual sermier
tersebut. Teman, bersyukurlah dalam setiap keadaan bahkan dalam keadaan
terburuk sekalipun karena sesungguhnya masih ada saudara kita yang lebih buruk
keadaannya daripada kita.
Semoga mengispirasi!
Terimakasih share nya... Dan kita harus bersyukur karena masih bisa bersyukur.
BalasHapusAlhamdulillah masih bisa mengucap alhamdulillah ..........